METRO (Lampost.co): Dewan Kesenian Metro menggelar workshop penulisan puisi yang diperuntukkan para guru. Kegiatan yang menjadi agenda untuk memberikan ruang komunitas berkesenian dan wawasan para guru digelar di aula Kantor Dinas Pendidikan setempat. Selain guru, peserta juga melibatkan mahasiswa, pelajar pencinta sastra.
Ketua DKM Rifian Hadi yang akrab dipanggil Chepy mengatakan kegiatan tersebut diharapakan bisa terus melahirkan penulis puisi di Metro. “Kita menginginkan disamping menumbuhkembangkan budaya menulis, juga banyak muncul buku antagonis puisi dari Kota Metro,”ujarnya.
Menurut dia, acara yang menjadi program agenda DKM itu dikemas bukan hanya sekedar formalitas, namun akan diupayakan untuk ditindaklanjuti dengan penerbitan antologi puisi untuk guru.
Hal tersebut terkait pula dengan angka kredit dari pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) . “Makannya harapan kami seluruh peserta dapat serius dan akan menindak lanjuti workshop ini dengan terus melakukan proses editing , “tambahnya.
Workshop penulisan puisi bertujuan memberikan pemahaman dan arahan kepada para guru bahasa indonesia tentang seni sastra khususnya penulisan puisi, disamping juga untuk mendorong terciptanya guru seni budaya yang mempunyai dasar-dasar yang kuat dalam proses penulisan puisi.
Rabu, 29 Januari 2014
Metro Yakin Jadi Kota Pilot Project Ecodistrict
METRO - Pemerintah Kota Metro melalui Bappeda Kota Metro, optimis kota Pendidikan di Lampung ini dapat menjadi dua kota yang akan dikirim ke Perancis untuk dijadikan pilot project ecodistrict di Indonesia. Nah, dari 112 kota di Indonesia yang telah diseleksi saat ini tersisa 8 kota yang akan bertempur untuk menjadi 2 kota yang akan terpilih.
Diketahui agar menjadi 2 kota yang dipilih menjadi pilot project ecodistrict tentu bukan hal yang mudah, karena ada 8 atribut yang harus diwujudkan antara lain Green Planing and Design, Green Open Space, Green Waste, Green Transportation, Green Water, Green Energy, Green Building, dan Green Comunity. Dari delapan atribut tersebut Kota Metro yakin telah mampu menerapkannya.
Kabid Fisik Bappeda Kota Metro Eka Irianta mengatakan bahwa delapan atribut yang dimaksud merupakan langkah untuk menuju kota hijau serta akan dijadikan kriteria penilaian untuk menjadi dua kota yang akan menjadi pilot project ecodistrict di Indonesia.
’’Seperti, Green Planing and Design (Tata Ruang Kota) disitu dijelaskan bahwa tata ruang kota harus mampu mengedepankan penghijuan begitu pula dengan Green Open Space (Ruang Terbuka Hijau) kita menyakini RTH kita telah melampui kuota Nasional untuk RTH begitu pula untuk Green Waste atau dijelaskan bagaimana ruang terbuka hijau mampu menimbulkan ekonomi kemasyarakatan,’’ jelasnya.
Lebih lanjut Eka Irianta mengatakan bahwa Kota Metro sendiri dari 112 Kota di Indonesia yang diseleksi dalam penerapan Kota Hijau sudah masuk ke dalam 8 besar nasional untuk dicari dua kota yang akan dikirim ke perancis untuk menjadi pilot project ecosidtrict.
’’Kita optimis bahwa Kota Metro akan menjadi dua kota yang akan dikirim ke Perancis. Banyak manfaat yang bisa kita petik dalam kegiatan tersebut, sehingga ke depan penerapan ekodistrik secara sempurna dapat dilakukan di Kota Metro,’’ ujarnya.
Saat ditanyakan wilayah mana di Kota Metro yang dianggap paling tepat untuk dijadikan lokasi perencanaan penerapan ecodistrict? Eka Irianta mengatakan bahwa wilayah kelurahaan Iring Mulyo direncanakan dapat dikembangkan menjadi wilayah ecodistrict.
’’Dengan wilayah yang memungkinkan maka Iringmulyo kita anggap menjadi wilayah yang tepat untuk direncanakan sebagai lokasi penerapan ecodistrict. Karenanya kita berharap pada bulan Maret tahun ini kita yang akan terpilih menjadi dua besar kota yang dapat diterapkan menjadi pilot project penerapan ecodistrict,’’ tandasnya.
Untuk diketahui delapan kota yang masuk dalam kategori kota yang dapat dilakukan kerjasama perwujudan pembangunan kota berkelanjutan (Ecodistrict) di Indonesia antara lain Semarang, Yogyakarta, Mataram, Bandung, Singkawang, Purbalingga, Jombang, Makasar, Luwu Timur, dan Kota Metro. Kota Metro menjadi satu-satunya wakil dari pulau Sumatera yang terpilih. (uno/ced/een)
Selasa, 28 Januari 2014
Waduk Dam Raman - sebelah utara kota metro yang selalu ramai di kunjungi wisatawan
MESKIPUN tak lagi terdengar kerasnya gemericik air, suara burung dan hilir mudik seriti masih kental terlihat di bendungan Dam Raman, Purwoasri, Metro Utara, Kota Metro.
Danau yang masih alami itu kini nyaris tertutup tanaman eceng gondok. Tampaknya aset wisata yang amat berpotensi itu belum termanfaatkan dengan baik.
Padahal air yang terbentang luas berada di atas lahan seluas 26 ha itu mampu menjadi magnet yang mendongkrak wahana keindahan dan berkontribusi pendapatan jika disulap menjadi kawasan wisata di Kota Metro.
Bendungan yang cukup luas dengan pepohonan lebat dan rindang serta potensi pertanian kini yang terlihat terbengkalai. Dam baru dimamfatkan untuk tempat bersantai, memancing, dan menikmati pemandangan karena suasana alamnya yang indah dan sejuk.
Di bulan Ramadan tampak ramai pada sore dan siang hari. Pada siang hari tampak sekelompok warga usia tua duduk sambil menanti umpannya dimakan ikan. Sedangkan kelompok remaja sore hari ngabuburit menunggu waktu berbuka.
"Di sini terasa asyik karena pemandangannya indah di samping ikannya banyak. Kalau ada perahu, akan menambah asyik berkeliling di Danau Dam Raman," ujar Hesti warga Hadimulyo, yang ditemui saat bersantai di sana sambil menunggu berbuka.
Tak beda dengan Hadi dan kawan-kawannya, dengan asyiknya memancing sambil menikmati pemandangan. Di bendungan Dam Raman tampak terlihat belahan dua sungai yang akrab, warga menyebutnya kanal Way Bunut dan Way Raman.
Kedua anak sungai itu mampu menyedot mayoritas para remaja, di Way Bunut warga senang memanfaatkannya untuk ngabuburit sambil memancing karena ada jembatan gantungnya. Sedangkan Way Raman di pinggiran dibuat tempat nongkrong sambil melihat bendungan dari atas.
Dam Raman, danau yang merupakan sumber potensi air terbesar di Metro tersebut, hanya berjarak 8 Km dari pusat Kota Metro dan 55 Km dari Bandar Lampung. Kawasan Dam Raman memiliki total luas 26 Ha terdiri 24 Ha lahan eks Benkok dan 2 Ha hutan sengon.
Di seputaran lahan Dam Raman juga bisa melihat pohon penghijauan jenis Jabon selain akasia yang tertanam rapi di sekitar lahan yang mengitari bantaran sepanjang Dam Raman dan anak sungai Way Bunut yang terlihat ada jembatan gantung.
Danau yang masih alami itu kini nyaris tertutup tanaman eceng gondok. Tampaknya aset wisata yang amat berpotensi itu belum termanfaatkan dengan baik.
Padahal air yang terbentang luas berada di atas lahan seluas 26 ha itu mampu menjadi magnet yang mendongkrak wahana keindahan dan berkontribusi pendapatan jika disulap menjadi kawasan wisata di Kota Metro.
Bendungan yang cukup luas dengan pepohonan lebat dan rindang serta potensi pertanian kini yang terlihat terbengkalai. Dam baru dimamfatkan untuk tempat bersantai, memancing, dan menikmati pemandangan karena suasana alamnya yang indah dan sejuk.
Di bulan Ramadan tampak ramai pada sore dan siang hari. Pada siang hari tampak sekelompok warga usia tua duduk sambil menanti umpannya dimakan ikan. Sedangkan kelompok remaja sore hari ngabuburit menunggu waktu berbuka.
"Di sini terasa asyik karena pemandangannya indah di samping ikannya banyak. Kalau ada perahu, akan menambah asyik berkeliling di Danau Dam Raman," ujar Hesti warga Hadimulyo, yang ditemui saat bersantai di sana sambil menunggu berbuka.
Tak beda dengan Hadi dan kawan-kawannya, dengan asyiknya memancing sambil menikmati pemandangan. Di bendungan Dam Raman tampak terlihat belahan dua sungai yang akrab, warga menyebutnya kanal Way Bunut dan Way Raman.
Kedua anak sungai itu mampu menyedot mayoritas para remaja, di Way Bunut warga senang memanfaatkannya untuk ngabuburit sambil memancing karena ada jembatan gantungnya. Sedangkan Way Raman di pinggiran dibuat tempat nongkrong sambil melihat bendungan dari atas.
Dam Raman, danau yang merupakan sumber potensi air terbesar di Metro tersebut, hanya berjarak 8 Km dari pusat Kota Metro dan 55 Km dari Bandar Lampung. Kawasan Dam Raman memiliki total luas 26 Ha terdiri 24 Ha lahan eks Benkok dan 2 Ha hutan sengon.
Di seputaran lahan Dam Raman juga bisa melihat pohon penghijauan jenis Jabon selain akasia yang tertanam rapi di sekitar lahan yang mengitari bantaran sepanjang Dam Raman dan anak sungai Way Bunut yang terlihat ada jembatan gantung.
Dam Raman juga akan dibangun objek wisata yang di dalamnya bertema nuansa kolonisasi. Nuansa kolonisasi (tempoe doloe) itu diintegrasikan dengan nuansa alam. Di taman wisata koloni itu juga desain SDM-nya pun bergaya kolonisasi.
Langganan:
Postingan (Atom)